Selasa, 24 April 2012

Suku Dayak di Kalimantan Barat


Kalimantan Barat secara hukum terbentuk pada 1 Januari 1957 dan resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956, pada tanggal 7 Desember 1956. Namun sejak berdirinya provinsi kalimantan barat hingga tahun 2008. Fakta mengatakan baru dua orang putera Dayak yang menjadi Gubernur di provinsi ini. Ialah Johanes Chrissostomus Oevang Oeray yang menjabat Gubernur Kalimantan Barat pada periode 1960 – 1966 setelah melewati pemilihan umum yang paling demokratis dalam sejarah Indonesia sebelum masa Orde Baru berkuasa dan Drs. Cornelis MH yang baru saja terpilih menjadi Gubernur Kalimantan Barat periode 2008 – 2013 dan juga melewati pemilihan umum yang paling demokratis dalam sejarah Indonesia setelah masa Orde Baru berkuasa. Namun setelah J.C. Oevang Oeray dan sebelum Drs. Cornelis MH berkuasa menjadi Gubernur. Jabatan Gubernur adalah sebuah jabatan mimpi bagi masyarakat suku.
Bahasa Dayak merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya Dayak. Kaitan antara bahasa dan budaya sulit ditolak keberadaannya (Duranti,1997). Bahasa selain sebagai fenomena sosial, juga merupakan fenomena budaya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan alat komunikasi manusia karena manusia sebagai makhluk sosial perlu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencukupi kebutuhannya. Untuk berkomunikasi dan berinteraksi itu, manusia menggunakan bahasa. Sebagai fenomena budaya, sesungguhnya bahasa memuat nilai-nilai budaya. Kata-kata yang terekspresikan oleh penutur sesungguhnya mengekspresikan nilai-nilai budaya. Dengan kata lain nilai-nilai budaya terefleksikan melalui bahasa. Maka wajar apabila ada nasihat orang bijak “jika ingin belajar budaya, pelajari bahasanya karena bahasa menunjukkan budaya”. Keadaan yang demikian telah dibuktikan oleh Sapir-Whorf yang kemudian terkenal dengan hipotesis Sapir-Whorf (Sampson, 1980).
Bagi orang Dayak yang dapat menghayati bahasanya dalam tindak komunikasi, muatan budaya dalam bahasa Dayak tidak tersangkal lagi. Budaya Dayak (pola pikir, pola perilaku, dan pola hidup) tercermin dari bahasa yang digunakan serta ungkapan-ungkapan yang dimunculkan dalam tindak komunikasi. Banyak budaya Dayak yang dikemas dengan menggunakan bahasa Dayak. Budaya Dayak itu tercermin dalam (1) pola pikir, (2) pola perilaku, dan (3) pola hidup. Pola-pola budaya tersebut melahirkan tata krama tindak tutur, berbagai kesantunan, seni tardisi, hingga hasil kasusastran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar